Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

 Tulis Artikel dan dapatkan Bayaran Tiap Kunjungan Rp 10-25 / kunjungan. JOIN SEKARANG || INFO LEBIH LANJUT

Ritual Manene Sejarah Dari Tana Toraja Sulawesi Selatan Indonesia

Ritual Manene Sejarah Dari Tana Toraja Sulawesi Selatan Indonesia
Credit image by lintasme
Awal Kisah Ma'nene menurut riwayatnya, awal mula disebut Ma`nene  adalah dari seorang pemburu binatang bernama Pong Rumasek beberapa ratusan tahun yang lampau. Ketika itu, dirinya sedang berburu hingga memasuki kawasan hutan lindung pegunungan Balla. Di tengah perburuan, Pong Rumasek, warga Toraja, menemukan mayat seseorang dalam keadaan meninggal dunia.

Mayat tersebut tergeletak di tengah jalan di dalam hutan lebat dalam kondisi mengenaskan. Tubuhnya hanya tinggal tulang-belulang. Pong Rumasek merasa tergugah dan ingin merawatnya. Mayat tersebut lalu dibungkus dengan baju yang dipakainya. Setelah merasa aman, Pong Rumasek kemudian melanjutkan perburuannya.

Ada yang aneh, Semenjak kejadian itu, setiap kali Pong Rumasek mengincar binatang buruan, selalu dengan mudah mendapatkan buruannya, termasuk jenis buah-buahan di hutan. Kejadian aneh tersebut kembali terulang ketika Pong Rumasek pulang menuju rumah. Ladang tanaman yang dia tinggalkan, tiba-tiba panen lebih cepat dan dengan hasil melimpah.

Sejak banyak kejadian itu, setiap saat berburu ke hutan Pong Rumasek selalu menemui mayat yang telah dirawat dan sudah dibungkus. Terkadang mayat tersebut sering diajak berburu ketika saat menggiring binatang.

Akhirnya Pong Rumasek pun berkesimpulan bahwa jasad orang yang meninggal dunia harus tetap dimuliakan, meski itu hanya tinggal tulang belulangnya. Maka sering diadakan setiap satu tahun sekali sehabis panen besar sekitar bulan Agustus, setiap penduduk Baruppu di Tana Toraja selalu mengadakan acara ritual Ma`nene, upacara pemakaman untuk menghormati leluhur, dan tak lain mendiang Pong Rumasek.

Kebudayaan Yang Muncul Dalam Ma'nene

Menurut masyarakat setempat bahwa jika salah satu pasangan suami istri meninggal dunia, maka pasangan yang ditinggalkan mati tidak diperbolehkan menikah sebelum mengadakan ritual Ma`nene. Masyarakat setempat menganggap bahwa sebelum melaksanakan ritual Ma`nene, status mereka masih sebagai pasangan suami istri. Namun, jika sudah melakukan ritual Ma`nene, maka pasangan yang masih hidup dianggap sudah bujangan dan berhak untuk kawin lagi.

Kebudayaan Ritual Ma`nene sendiri dilakukan setiap satu tahun sekali. Ini merupakan satu-satunya warisan leluhur yang masih dipertahankan secara rutin hingga sekarang. Kesetiaan mereka terhadap amanah leluhur melekat pada setiap warga desa setempat. Penduduk Desa Baruppu khususnya percaya jika ketentuan adat yang diwariskan jika melanggar maka akan mendatangkan musibah yang akan melanda desa mereka. Seperti gagal panen atau terdapat salah satu keluarga yang akan menderita sakit berkepanjangan.

Mengenal Tradisi Adat Istiadat Tana Toraja

Dalam bahasa Bugis sendiri kata Toraja diartikan sebagai orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan. Namun banyak juga masyarakat Toraja sendiri lebih menyukai dirinya disebut sebagai orang Maraya atau orang keturunan bangsawan yang bernama Sawerigading.

Namun berbeda dengan orang Toraja pada umumnya, masyarakat Baruppu sendiri lebih mengenal asal usulnya dari Ta`dung Langit atau yang datang dari awan. Menurut kisahnya bahwa Ta`dung Langit yang menyamar sebagai pemburu ini bertempat tinggal di kawasan hutan Baruppu dan menikah dengan Dewi Kesuburan Bumi. Karena itu, maka sering terlihat ketika orang terdapat orang Toraja meninggal dunia, mayatnya selalu dikuburkan pada liang batu.

Menurut sumber, Tradisi tersebut memang erat kaitannya dengan konsep hidup masyarakat Tana Toraja bahwa leluhurnya yang suci berasal dari langit dan bumi. Maka, tak semestinya orang yang meninggal dunia, jasadnya dikuburkan dalam tanah. Bagi mereka hal itu akan merusak kesucian bumi yang berakibat pada kesuburan bumi.

Mayat Berjalan ! Apakah Masih ada ?

Menurut keterangan masyarakat setempat diakui bahwa memang hal itu nyaris tidak pernah terjadi, kecuali orang-orang Tana Toraja yang berada di daerah pedalaman. Yang jelas bahwa kami tahu jika ada orang meninggal dunia kemudian diletakkan dalam kuburan batu mayat tersebut akan awet selama bertahun-tahun.

kuburan batu tana toraja
credit image by viralcom

Tradisi Mayat berjalan sebenarnya tidak dilakukan sembarangan. Orang Tana Toraja bisa melakukan hal tersebut karena sebelumnya memiliki ilmu terentu yang telah diturunkan dari sesepuh adat.
"Itu yang disebut ilmu kuno, jaman sekarang ini tidak banyak orang bisa melakukan hal yang membuat mayat bisa berjalan". Timpalnya
Namun jika ada orang yang memiliki ilmu membangkitkan orang mati, mereka sebelumnya melakukannya terlebih dahulu pada binatang seperti ayam atau kerbau dalam keadaan leher terputus setelah di adu.
“ Jenis hewan seperti kerbau misalnya yang sudah terpotong kepalanya dan dikuliti habis dagingnya bila diberi mantera-mantera atau ilmu gaib oleh orang Tana Toraja yang memiliki ilmu tersebut, hewan tersebut masih bisa dibuat berdiri dan berlari kencang, sampai mengamuk” 
Namun begitu, tradisi yang dimiliki oleh Tana Toraja seperti menjalankan mayat dari rante (tempat persemayaman) ke patane, hanya bisa dilakukan oleh masyarakat Toraja saja. Mayat-mayat tersebut bisa bangun dan dapat berjalan karena doa-doa yang dipanjatkan kepada leluhur dan arwah almarhum.

Namun ritual ini perlahan mulai banyak ditinggalkan. Penyebabnya masyarakat Toraja telah banyak yang memeluk agama samawi. Kebudayaan Ritual Ma’nene sebenarnya tidak hilang, cuma jarang dilakukan saja. Namun jika anda masuk ke pelosok desa pedalaman, ritual mayat berjalan masih tetap dijalankan. Masih banyak warga Tana Toraja yang masih percaya dengan hal-hal yang mistik dan karena mereka ingin menjaga budaya khas leluhur agar tidak hilang dan mirisnya lagi jika sampai di akui oleh negara lain.

Posting Komentar untuk "Ritual Manene Sejarah Dari Tana Toraja Sulawesi Selatan Indonesia"