Masa Penjajahan Jepang di Indonesia
Memasuki era abad ke-20, kemajuan dalam bidang industri dan kepadatan penduduk Jepang membwa mereka menjadi negara penjajah. Penjajahan pertama Jepang dilakukan terhadap Korea pada tahun 1905. Lalu pada tahun 1936 Jepang mulai menakhlukkan Manchuria. Cina pada tahun 1937 dan asia tenggara pada tahun 1938. Minat Jepang terhadap asia tenggara dikarenakan ajaran shintoisme tentang hokka-iciu yaitu tentang kesatuan keluarga manusia. Jepang sebagai negara maju mempunyai kewajiban untuk mempersatukan bangsa-bangsa di dunia dan memajukannya. Besarnya pengaruh ajaran shintoisme ini, banyak antropolog Jepang pada tahun 1930 mengatakan bahwa Jepang dan seluruh negara di asia tenggara termasuk Indonesia merupakan saudara serumpun. Karena di Indonesia mayoritas masyarakatnya beragama islam, maka Jepang juga menekankan pada persamaan antara Shinto dan Islam. Jepang mengumbar harapan bahwa kaisar akan beralih agama menjadi agama islam. Tak heran Indonesia menyambut Jepang dengan tangan terbuka. Alasan lainnya Jepang menguasai Indonesia adalah karena masalah ekonomi. Kemajuan industry di Jepang memaksanya untuk bisa menguasai sumber daya alam yang ada di Indonesia terutama minyak tanah, timah, karet dan lain sebagainya.
Masuknya Jepang ke Indonesia, awalnya disambut gembira oleh para pejuang kemerdekaan waktu itu. Jepang dianggap sebagai saudara tua, sesama Asia yang membantu mengusir Kolonial Belanda. Tokoh-tokoh Pergerakan Nasional Indonesia bersedia melakukan kerjasama dengan Jepang. Alasannya adalah kemenangan perang Jepang atas Rusia tahun 1905 mendorong kebangkitan bangsa-bangsa Timur untuk melawan terhadap bangsa Barat, percaya pada ramalan Jayabaya bahwa Indonesia akan dikuasai orang-orang Jepang tapi “seumur jagung”, sesudahnya akan mencapai kemerdekaan karena Jepang dianggap telah membebaskan Indonesia dari penjajahan Belanda, rakyat menganggap Jepang sebagai saudara tua dan zaman Hindia Belanda kaum Nasionalis selalu ditekan dan mengambil sikap non koperatif.
Ketika itu pemerintah Hindia Belanda mempertahankan diri terhadap serangan Jepang dari pada bulan Desember sampai awal tahun 1942. Belanda meminta bantuan raja Yogyakarta dan Surakarta. Kerja sama antara kedua kerajaan dengan pemerintah Hindia Belanda memang terlihat erat, namun serangan Jepang yang begitu besar tidak dapat lagi dibendung. Pada bulan Januari 1942 terjadi pertempuran seru di laut Jawa yang membawa keunggulan armada Jepang. Ambon dan seluruh daerah Maluku, meskipun di daerah tersebut masih dipertahankan oleh 2.400 pasukan militer Belanda dan 1.000 pasukan Australia tetapi kekuatan dan kecerdikan Jepang dalam bertempur tak bisa lagi dibendung. Pada waktu yang bersamaan Manado dan Kendari berhasil dilumpuhkan juga. Pada bulan Januari juga, daerah-daerah kekuasaan Belanda di Kalimantan jatuh ke tangan Jepang. Dimulai dari Tarakan pada tanggal 11-12 Januari, disusul pada tanggal 24 Januari yaitu Balikpapan yang merupakan sumber minyak. Pontianak jatuh pada tanggal 29 Januari, Samarinda juga direbut Jepang pada 3 Februari, dan terakhir Banjarmasin juga takluk pada tanggal 10 Februari tahun 1942. Pada 5 Februari ekspansi Jepang terus ditingkatkan dengan jatuhnya lapangan terbang Samarinda II, yang waktu itu masih dikuasai oleh tentara Hidia Belanda (KNIL). Dengan dikuasainya pusat kekuatan Hindia Belanda di lapangan terbang tersebut, maka dengan mudah pada tanggal 10 Februari Banjarmasin secara keseluruhan dikuasai. Jepang mendarat di Sumatera untuk pertama kalinya di Palembang pada tanggal 14 Februari 1942.65 Dua hari kemudian pada tanggal 16 Februari 1942 Palembang dan sekitarnya berhasil dikuasai oleh Jepang. Pada waktu itu Jawa hanya dipertahankan oleh 25.000 tentara KNIL, 15.000 tentara Sekutu, 5500 personil administrasi dan 6.000 Angkatan Udara Kerajaan Inggris, dan masih dibantu 3.000 tentara Australia dan 500 tentara Amerika Serikat. Namun pada akhirnya, kekuatan Sekutu berhasil dibekukan oleh Jepang. Awal kedatangan Jepang di daerah Sumatera. Dipermudah oleh kelompok-kelompok Islam penentang anti Belanda yang kelihatannya diorganisir cukup rapi. Beberapa di antaranya terlihat telah didirikan dengan bantuan Jepang. Dalam bukunya, B.J. Benda menjelaskan bahwa kedatangan Jepang memang sudah ditunggu. Terbukti dalam pernyataan salah satu masyarakat Muslim;
“...meskipun adanya larangan-larangan (Belanda) dan rintangan-rintangan kami senantiasa secara sembunyi-sembunyi mendengarkan siaran dari Jepang, sehingga kami bisa tahu bilamana mereka (orang-orang Jepang) akan datang ke sini...(dan ketika mereka benar-benar datang), ribuan orang kami yang berkumpul di depan masjid Agung (di Medan) dan menerima mereka dengan pekikan “Banzai”
Di Jawa, saat itu terjadi kevakuman pemerintahan karena jatuhnya pemerintahan Kolonial. Tak lama kemudian tiga Minggu setelah pendaratan Jepang di Sumatera, Jepang mendarat di Jawa. Banyak masyarakat di daerah Jawa dengan penuh semangat menyambut pasukan-pasukan pendudukan dengan bendera Jepang yang berjatuhan dari atas “pesawat-pesawat Jepang”.
Dengan jatuhnya daerah kekuasaan Hindia Belanda di daerah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku, memudahkan Jepang untuk menundukkan pusat kekuasaan Hindia Belanda yang berada di Batavia. Devisi ke-2 adalah tentara Jepang yang mendarat untuk pertama kalinya di Jawa Barat dan Devisi ke-48 di Jawa Tengah. Tentara Jepang itu dipimpin oleh letnan jendral Hitoshi Imamura yang nantinya bertugas melawan sekutu dalam memperebutkan Jawa. Pada akhirnya kekuatan Jepang ditambah dengan Devisi ke-38 di bawah Kolonel Shoji. Nantinya Pasukan Jepang yang baru menakhlukan daerah Indonesia utara juga akan bergabung. Ditambah angkatan udara Jepang sangat kuat, sedangkan angkatan udara Belanda sudah dihancurkan pada pangkalan-pangkalan sebelumnya.
Menyebarnya militer Jepang di seluruh daerah Jawa yang sekaligus menunjukkan jumlah yang lebih besar daripada kekuatan sekutu. Membuat kekalahan di pihak Belanda. Pada tanggal 1 Maret 1942 tentara keenam belas Jepang berhasil mendarat di tiga tempat sekaligus, yakni di Teluk Banten, Eretan Wetan (Jawa Barat), dan Kragan (Jawa Tengah).
Keberhasilan pihak Jepang menduduki Indonesia sebenarnya juga tidak lepas dari bantuan penduduk Indonesia sendiri. Di beberapa daerah, banyak rakyat Indonesia yang ikut menyerang serdadu dan sipil Belanda. Maka salah satu upaya untuk menyelamatkan orang-orang Belanda dan sekutu lainnya adalah dengan menyerah kepada Jepang, agar tidak memakan banyak korban.
Dengan menyerahnya Hindia Belanda tanpa syarat kepada Jepang pada 8 Maret 1942, maka berakhirlah pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia, dan secara resmi kekuasaan baru yang dipegang oleh Jepang dimulai. Pada tanggal 9 Maret 1942 pemerintah Jepang menetapkan sebagai hari pembangunan Jawa Baru yang memasuki Jawa sebagai anggota dari Persemakmuran bersama Asia Timur Raya.
Namun, sesaat setelah Jepang mendarat di Hindia Belanda (Indonesia saat ini), ternyata Jepang berbuat yang tak kalah licik dan bengisnya dari Kolonial Belanda. Sebagai awal dari propaganda politik Jepang menakhlukkan Indonesia, Jepang menempatkan distributor atau agennya ke dalam pasar daerah yang akan diduduki.
Untuk menyukseskan ekspansinya Jepang menggunakan banyak taktik antara lain dengan mengebom Pearl Harbor agar memutus kekuatan Amerika Serikat di Asia-Pasifik serta memudahkan untuk menguasai wilayah lainnya di Asia termasuk Indonesia. Selain itu untuk menambah kekuatan Jepang juga menggabungkan diri dengan Jerman dan Italia yang juga terlibat dalam Perang Dunia II. Persekutuan itu dikenal dengan sebutan Poros Roberto (Roma-Berlin-Tokyo).
Setelah Indonesia resmi dijajah oleh Jepang, masyarakat Indonesia tidak hanya berpangku tangan saja. Indonesia melakukan perlawanan seperti ;
- Perlawanan rakyat Aceh di Cot Plieng tahun 1942 dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil dan pemberontakan di Meureu tahun 1944 dibawah pimpinan Teuku Hamid.
- Perlawanan rakyat Karang Ampel kabupaten Indramayu tahun 1943 dipimpin oleh Haji Madriyan.
- Perlawanan rakyat Karang Ampel kabupaten Indramayu tahun 1943 dipimpin oleh Haji Madriyani.
- Pemberontakan PETA di Blitar tanggal 14 Februari 1945 dipimpin oleh Supriyadi.
Walaupun keberadaan Jepang di Indonesia tidak lama, namun banyak sekali kebijakan-kebijakan yang dibuat Jepang di Indonesia baik dalam bidang pemerintahan, ekonomi, sosial politik, dan lainnya.
Dampak di Bidang Politik
Pada masa pendudukan Jepang, semua organisasi pergerakan nasional yang dibentuk pada masa pendudukan Belanda tidak dapat berkembang dan harus dibubarkan kecuali MIAI. Bangsa Indonesia boleh aktif berpolitik melalui oganisasi Pergerakan Nasional yang dibentuk oleh Pemerintah Jepang dan tidak boleh membentuk pergerakan baru tanpa persetujuan Jepang (Gerakan Tiga A, Putera, Jawa Hokokai, Cuo Sangi In).
GERAKAN 3 A |
1. Dampak di Bidang Birokrasi
Kekuasaan Jepang atas wilayah Indonesia dipegang oleh kalangan militer yaitu angkatan darat (rikigun) dan angkatan laut (kaigun), sehingga sistem pemerintahan atas wilayah Indonesia diatur berdasarkan aturan militer Jepang. Tetapi, bangsa Indonesia mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan yang lebih penting yang sebelumnya hanya bisa dipegang oleh orang Belanda (seperti jabatan gubernur dan walikota). Berikut bagan sistem birokrasi masa Jepang.
2. Dampak di Bidang Ekonomi
Jepang mengambil alih semua kegiatan dan pengendalian ekonomi. Sebagai akibatnya, hampir seluruh kehidupan ekonomi lumpuh. Pada masa pendudukan di Hindia Belanda, Jepang mengutamakan penguasaan atas sumber-sumber bahan mentah untuk industri perang. Dengan semua asas ekonomi perang, semua sektor ekonomi dikuasai pemerintah dan perdagangan dimonopoli pihak swasta Jepang. Jepang berusaha menjadikan Indonesia sebagai sumber biaya perang dengan sekutu. Hasil bumi sepeti beras, gula, teh, daging, kopi, ikan, dll dikuras habis untuk menyuplai tentara di medan perang.
Dampaknya bagi masyarakat Indonesia yaitu meluasnya kelaparan, kurang gizi, kekurangan makan dalam masyarakat Indonesia sehingga angka kematian meningkat. Rakyat yang megalami kekurangan sandang pangan menyebabkan mereka mengkonsumsi bahan makanan yang tidak pantas dimakan oleh manusia (keladi gatal, bekicot, pohon pisang bagian dalam, dan bahan-bahan makanan yang tidak layak). Mayarakat menggunakan pakaian yang terbuat dari karung goni, lembaran karet dan daun-daunan)
3. Dampak di Bidang Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, Indonesia mendapat keuntungan yang diberikan oleh Jepang. Pemerintah pendudukan Jepang memberikan kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk mengikuti pendidikan pada sekolah-sekolah yang dibangun pemerintah. Bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah.
4. Dampak di Bidang Kebudayaan
Jepang sebagai negara fasis yang selalu saja berusaha untuk menanamkan kebudayaannya kepada bangsa Indonesia, seperti tradisi menghormat ke arah matahari. Kebudayaan-kebudayaan jepang bahkan terbawa sampai saat ini. Pengaruh Jepang di bidang kebudayaan lebih banyak dalam lagu-lagu, film, drama yang seringkali dipakai untuk propaganda. Anak-anak sekolah diberikan latihan-latihan olahraga yang dinamai Taiso yang sangat baik untuk kesehatan. Kebiasaan menghormati bendera pada saat upacara dihari tertentu (misalnya senin) bagi anak-anak sekolah maupun para pegawai dan buruh disertai menyanyikan lagu kebangsaan atau lagu-lagu nasional.
5. Dampak di Bidang sosial
Selama masa pendudukan Jepang kehidupan sosial masyarakat sangat memperihatinkan. Penderitaan rakyat semakin bertambah, karena segala kegiatan rakyat dicurahkan untuk memenuhi kebutuhan perang Jepang dalam menghadapi musuh-musuhnya, melalui Romusha. Mereka diperlakukan sebagai tenaga budak yang tenaganya diperas, diperlakukan sangat buruk, kesehatan tidak dijamin, makanan tidak dicukupi dan harus tinggal di tempat yang jorok dan menjijikkan. Sehingga banyak tenaga romusha yang meninggal karena tidak kuat bekerja terlalu berat dan kekurangan makanan. Begitu pula terhadap kaum perempuan, tentara Jepang banyak yang memperlakukan perempuan sangat kasar dan muncullah istilah Iugun Ianfu. Hal ini bahkan terus dilakukan oleh jepang hingga akhir kependudukannya di Indonesia.
MASA PENJAJAHAN JEPANG |
6. Dampak Di Bidang Militer
Jepang semakin terdesak dari Sekutu sehingga tenaga rakyat Indonesia sangat diperlukan oleh Jepang untuk membantu memenangkan perang. Para pemuda dididik dan dilatih dalam bidang kemiliteran. Maka terbentuk organisasi militer seperti Seinendan (Barisan Pemuda), Keibodan (Barisan Bantu Polisi), Fujinkai (Barisan Wanita), Jibakutai (Pasukan berani mati), Heiho (Pembantu Prajurit Jepang) dan Peta (Pembela tanah air). Pendudukan Jepang di Indonesia membawa dampak besar terhadap bidang militer.
Walaupun pada awalnya para pemuda dipaksa oleh Jepang dididik dan dilatih dalam bidang kemiliteran demi kemenangan Jepang melawan Sekutu namun ternyata hal ini sangat bermanfaat dalam usaha Indonesia merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Selain memberikan jabatan kepada masyarakat Indonesia, Jepang menyadari bahwa apabila hendak mengatur rakyat Jawa dengan mudah, mereka harus memanfaatkan tokoh-tokoh terkemukanya.
Pada tanggal 9 Juli 1942, Sukarno, sebagai tokoh yang berpengaruh telah dikirim ke Jakarta oleh pihak Jepang di Sumatera atas permintaan Angkatan Darat. Karena Sukarno tidak begitu mengerti perbedaan antara fasisme dan demokrasi, maka klaimnya adalah antara Barat dan Jepang merupakan perlawanan antar Imperialisme. Sukarno akhirnya bergabung dengan Hatta untuk mendesak kepada Jepang supaya membentuk sebuah organisasi politik yang dinaunginya. Sedangkan Sjahrir menjauhkan diri dan membentuk suatu jaringan “Gerakan Bawah tanah”.
Pada awal Maret 1943, “Gerakan 3 A” dibubarkan karena tidak dapat dijalankan dengan baik dan disusul dengan pengumuman dari bala tentara pendudukan untuk dibuatnya sebuah badan baru yang dipimpin oleh kalangan Indonesia sendiri yaitu “PUTRA” atau biasa disebut Pusat Tenaga Rakyat, yang dipimpin oleh empat serangkai yaitu Sukarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur. Sukarno dipilih sebagai ketua karena dianggap pidatonya bisa dengan mudah membangkitkan semangat masyarakat untuk nantinya bisa mempermudah maksud Jepang untuk kepentingan Persemakmuran Asia Timur Raya.
Dari sinilah baru terlihat bahwa kalangan masyarakat dan tokoh Indonesia sadar akan tujuan akhir dari adanya pendudukan Jepang. Posisi Jepang yang semakin terdesak karena banyaknya kekalahan perang di Pasifik melawan sekutu, mengakibatkan Jepang harus memberikan usaha keras negara jajahannya. Indonesia diberikan banyak kelonggaran dan peran dalam pemerintahan untuk menggerakkan masyarakatnya menuju perang Asia Timur Raya. Mulai tahun 1943, kesadaran masyarakat Indonesia semakin terlihat. Mereka lebih bersifat lunak dan bersikap diplomatis terhadap Jepang, sehingga keberadaan Jepang dapat dimanfaatkan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia dan mengusir imperialis dari Indonesia. Di sisi lain juga untuk membantu Jepang dalam mencapai kemenangan akhir di Asia Timur Raya. Kedudukan Jepang semakin terdesak dalam Perang Pasifik karena Pulau Saipan yang sangat strategis jatuh ke tangan Amerika Serikat pada bulan Juli 1944 yang disusul dengan kekalahan Jepang di berbagai wilayah peperangan. Tanggal 9 September 1944 Perdana Menteri Koiso memberikan janji kemerdekaan kepada rakyat Indonesia. Untuk menarik simpati rakyat Indonesia, maka setiap kantor diperkenankan mengibarkan bendera Merah Putih, tetapi harus didampingi dangan bendera Jepang. Menghadapi situasi yang kritis itu, pemerintah militer Jepang di Jawa dibawah pimpinan saiko syikikan kumakici harada tanggal 1 maret 1945 mengumumkan pembentukan suatau badan penyelidik persiapan kemerdekaan (dokuritsu jubi cosakai). Yang bertujuan untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berhubungan dengan segi politik, ekonomi, tata negara dan hal lain yang dibutuhkan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.
Pada tanggal 28 mei 1945 dimulai upacara pembukaan sidang pertama Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang bertempat di gedung Cuo Sangi in. siding berlangsung pada tanggal 29 mei sampai 1 juni 1945. Yang dibahas dalam siding ini adalah mengenai pancasila sebagai dasar negara. Setelah siding pertama ini, pada tanggal 22 juni 1945, 9 orang anggota dokuritsu junbi cosakai telah membentuk suatu panitia kecil yang menghasilkan suatu dokumen berisikan tujuan dan maksud pendirian negara Indonesia merdeka yang akhirnya diterima dengan suara bulat dan ditanda tangani. Dokumen tersebut kemudian dikenal sebagai piagam Jakarta. Setelahnya juga dibuat kongres pemuda seluruh jawa selama 3 hari.
Panitia kecil tersebut atau disebut dengan panitia persiapan kemerdekaan Indonesia digerakkan oleh pemerintah sedangkan mereka diizinkan melakukan segala sesuatu menurut pendapat dan kesanggupan bangsa Indonesia. Dengan resmi diumumkannya pembentukan panitia tersebut maka dokuritsu junbi cosakai dibubarkan. Singkatnya, dengan bantuan jepang dan usaha rakyat Indonesia, setelah perjalanan panjang, maka pada tanggal 17 agustus 1945 pukul 10 pagi, teks proklamasi dibacakan oleh Moh. Hatta di kediamannya. Dan resmilah Indonesia menjadi negara merdeka dan lepas dari penjajahan Jepang. Dan Jepang mulai angkat kaki dari Indonesia.
Posting Komentar untuk "Masa Penjajahan Jepang di Indonesia"