Teluk Triton, Kampung Lobo dan Legenda Garuda Raksasa Papua
Teluk Triton di kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat, merupakan surga yang cantik untuk melihat kemegahan mentari terbenam meninggalkan Kaimana dengan segenap kesibukannya. Jauh lebih indah daripada itu, terdapat sekira 959 jenis ikan dan 471 jenis karang yang hidup di dalam bawah laut Teluk Triton.
Jika kita pergi ke kawasan pegunungan di Maimai kita akan saksikan budaya yang tak kalah menarik. Gambar-gambar kuno dari zaman prasejarah merupakan suatu harta yang tak ternilai di sini. Di dinding tebing karang sepanjang 1 kilometer terdapat lukisan kuno berupa telapak tangan, tengkorak dan binatang. Uniknya, semua itu sulit dijangkau dengan tangan telanjang karena terletak di langit-langit tebing. Bentuk lukisan yang dibuat dari bahan pewarnaa alami itu pun masih tampak jelas hingga sekarang.
Lukisan kuno dan senja spektakuler merupakan secuil pengalaman menarik di Teluk Triton. Perjalanan dapat dilanjutkan hingga ke Kampung Lobo. Temukanlah atraksi mamalia paus bryde yang sedang menari-nari di tengah lautan, sesekali menyemburkan air ke udara dari lubang punggungnya. Paus yang tergolong mungil ini merasakan kehangatan perairan tropis Triton yang menenangkan.
Paus-paus di sini hidup harmonis dengan masyarakat Teluk Triton. Nelayan tidak memburunya, melainkan menganggapnya sebagai penyelamat bahkan keluarga. Tidak heran jika mamalia sepanjang 12 meter ini tak segan menampakkan diri dan bermain-main di sekitar perahu para nelayan.
Masih di Kampung Lobo, Anda juga bisa menyaksikan jejak peninggalan Hindia Belanda berupa benteng Fort du Bus yang dibangun pada 1828. Berdirinya benteng menandai kelahiran koloni Hindia Belanda di tanah Papua. Ketika itu, Hindia Belanda bersedia mengangkat tiga penduduk pribumi untuk mengepalai tiga daerah, mereka adalah Raja Namatota, Raja Lokajihia yaitu Kasa, dan Lutu (orang terpandang di Lobo, Mewara dan Sendawan).
Teluk Triton terkenal dengan jenis karang lunaknya atau yang disebut soft coral sehingga penggemar diving dan snorkeling wajib menjajalnya. Titik menyelamnya antara lain di sekitar Temintoi dan Selat Iris. Banyaknya jenis ikan di sini juga sangat cocok sebagai arena memancing. Sempatkanlah menjelajah Pulau Umbrom yang terkenal dengan pasir putihnya, maupun Pulau Kelelawar yang menjadi tempat tinggal ribuan hewan nokturnal tersebut.
Konon di atas Gunung Emansiri yang puncaknya menjulang persis di atas kampung Lobo hidup seekor burung yang besar yakni Burung Garuda , jenis Elang yang sangat besar . Dan di tempat itu juga hidup pula seekor ular besar yang disebut ular naga . Bagian Kiri dan Kanan Gunung itu sangat terjal. Ular itu tidak kemana-mana, hidupnya bergantung pada sisa-sisa makanan yang dijatuhkan oleh burung garuda. Makanan burung itu berupa binatang dari hutan, ikan, atau mangsa lain yang dapat di makan. Burung ini, dapat terbang ke mana-mana, mencari makanan sampai ke daerah Fakfak, ke seluruh wilayah Papua, bahkan iapun dapat mencari ke daerah lain di wilayah Nusantara ini. Kemanapun burung ini terbang mencari mangsa pasti dia akan kembali ke tempat asalnya yaitu Gunung Emansiri, Kampung Lobo, Kaimana.
Konon pada suatu hari, warga sekitar kampung Lobo pernah melihat atau menyaksikan Burung Garuda mengangkut atau mengangkat sebuah perahu Kole-Kole bersama satu orang di dalamnya ke atas puncak Gunung Emansiri. Warga sekitar yang menyaksikan peristiwa itu sangat terkejut dan ketakutan. Mereka merasa terancam. Sejak peristiwa itu, warga sekitar hanya mencari ikan pada waktu malam. Orang yang bekerja di kebun pada siang hari perlu ada orang yang mengawasi, terutama untuk melihat bayangan burung Garuda yang terbang. Ketika Burung Garuda terbang atau melintas, orang-orang yang ada disekitar cepat atau segera bersembunyi di balik pepohonan ataupun tempat lain yang dianggap aman. Mereka menunggu sampai burung sudah tidak kelihatan lagi. Setelah itu mereka melanjutkan pekerjaan keseharian.
Hari berganti hari begitulah kehidupan mereka yang selalu diliputi cemas, gelisah bahkan rasa takut yang selalu menghantui kehidupan mereka. Warga kampung duduk bersama untuk membicarakan bagaimana caranya untuk mengusir ataupun cara lain untuk membunuh burung tersebut. Sambil membicarakan hal itu mereka melihat ada kapal layar besar bertiang tiga yang datang dari kejauhan. Perlahan-lahan kapal itu datang dan menghampiri tempat dimana mereka berada. Kapal itu merapat dan berlabuh dalam teluk di depan kampung Lobo. Pertama warga kampung takut melihat orang asing yang ada di kapal. Tapi lewat bahasa isyarat, juru bahasa asing dapat memahami kondisi dan keberadaan mereka. Warga sekitar mulai menceritakan bahwa di atas gunung itu ada seekor burung yang amat besar. Burung itu selalu memangsa binatang atau ikan bahkan manusia juga. Selain burung ada juga terdapat ular besar yang mempunyai bola mustika, yang keduanya membuat warga kampung merasa takut.
Mendengar cerita tersebut, orang asing tertarik untuk mengambil bola mustika yang ada di Gunung Emansiri. Untuk itu orang asing mencari akal dan berusaha untuk membunuh burung terlebih dahulu. Keesokan hari, pada waktu pagi cerah mereka menambatkan seekor anjing di atas rakit kecil . Rakit dibiarkan terapung. Orang asing dan warga kampung berada tidak jauh dari rakit itu. Selang beberapa waktu muncul burung itu, kemudian menghampiri rakit itu. Orang asing mulai melepaskan tembakan bertubi-tubi tepat pada burung itu. Kedua sayapnya patah dan jatuh terkapar mati di sebuah pulau kecil depan Kampung Lobo. Karena burung ini sangat besar maka hampir seluruh bagian tubuhnya menutup pulau itu.
Saat itu juga, orang-orang asing menggunakan berbagai alat termasuk tali panjang untuk memanjat Gunung Emansiri. Malam itu juga mereka menyaksikan ular besar itu bermain dengan, “Mustika,” bola yang bulat dan bercahaya menerangi sekitarnya. Dengan tembakan, Ular itu takut dan menjauh, mustika diambil dan dimasukkan dalam kantong. Setelah mendapatkan mustika itu, segera meluncur ke bawah kaki Gunung Emansiri. Selanjutnya ke kapal, mengangkat sauh dan meninggalkan daerah atau teluk itu. Teluk itu yang kemudian di kenal dengan nama “Teluk Triton.”
Tulang belulang dari burung Garuda itu, masih ada di pulau itu. Tangga atau alat-alat lain termasuk goa ketika orang asing (orang-orang portugis dan Belanda) untuk memanjat gunung itu masih ada. Oleh karena kegagahan dan keperkasaan Burung ini, maka leluhur bangsa dan negara kita dapat menjadikannya sebagai simbol atau lambang negara kita. Ular itu juga nyaris atau hampir mati kelaparan karena tidak ada pasokan, yaitu sisa-sisa makanan daging dan ikan yang jatuh dari mulut burung garuda semasa hidupnya. Kemudian Masyarakat Lobo dan sekitarnya dapat berkebun dan melaut di siang hari tanpa ada rasa takut terhadap burung Garuda yang mengancam kehidupan mereka kala itu.
Mungkinkah ada kebenaran dalam cerita rakyat diatas? Jika yang dimaksud burung Garuda tentu mungkin tidak, karena Garuda adalah nama burung mitos. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa memang pernah ada seekor burung raksasa disana. Mungkin orang-orang tersebut benar-benar melihat seekor burung yang luar biasa terakhir dari jenisnya yang belum diidentifikasi ilmu pengetahuan.
AMJG pernah memposting beberapa burung mitos dan beberapa burung besar yang kini telah punah. Namun baiklah dalam postingan ini sedikit AMJG beri satu contoh:
Burung ini adalah anggota dari famili Teratorns, Argentavis magnificens (Burung Megah Argentina) dinamakan demikian karena ukuran dan lebar sayapnya yang besar. Burung yang kini sudah punah, ini dilaporkan sebagai burung terbesar yang pernah ditemukan. Banyak fosil-fosilnya yang telah ditemukan di Argentina tengah dan barat laut. Foto diatas menunjukkan model bagaimana burung ini terlihat.
Rentang sayap: 7m
Panjang Tubuh: sekitar 4 kaki (1,26 m)
Tinggi: 1,7 - 2 m
Berat: 70 - 78 kg
Nah bisa jadi burung di Lobo ini juga adalah burung seenis teratorn raksasa atau jenis burung raksasa lainnya yang dulu pernah benar-benar ada .... Wallahualam
Jika kita pergi ke kawasan pegunungan di Maimai kita akan saksikan budaya yang tak kalah menarik. Gambar-gambar kuno dari zaman prasejarah merupakan suatu harta yang tak ternilai di sini. Di dinding tebing karang sepanjang 1 kilometer terdapat lukisan kuno berupa telapak tangan, tengkorak dan binatang. Uniknya, semua itu sulit dijangkau dengan tangan telanjang karena terletak di langit-langit tebing. Bentuk lukisan yang dibuat dari bahan pewarnaa alami itu pun masih tampak jelas hingga sekarang.
Lukisan kuno dan senja spektakuler merupakan secuil pengalaman menarik di Teluk Triton. Perjalanan dapat dilanjutkan hingga ke Kampung Lobo. Temukanlah atraksi mamalia paus bryde yang sedang menari-nari di tengah lautan, sesekali menyemburkan air ke udara dari lubang punggungnya. Paus yang tergolong mungil ini merasakan kehangatan perairan tropis Triton yang menenangkan.
Teluk Triton
Lukisan Kuno di tebing Karst
Paus-paus di sini hidup harmonis dengan masyarakat Teluk Triton. Nelayan tidak memburunya, melainkan menganggapnya sebagai penyelamat bahkan keluarga. Tidak heran jika mamalia sepanjang 12 meter ini tak segan menampakkan diri dan bermain-main di sekitar perahu para nelayan.
Masih di Kampung Lobo, Anda juga bisa menyaksikan jejak peninggalan Hindia Belanda berupa benteng Fort du Bus yang dibangun pada 1828. Berdirinya benteng menandai kelahiran koloni Hindia Belanda di tanah Papua. Ketika itu, Hindia Belanda bersedia mengangkat tiga penduduk pribumi untuk mengepalai tiga daerah, mereka adalah Raja Namatota, Raja Lokajihia yaitu Kasa, dan Lutu (orang terpandang di Lobo, Mewara dan Sendawan).
Teluk Triton terkenal dengan jenis karang lunaknya atau yang disebut soft coral sehingga penggemar diving dan snorkeling wajib menjajalnya. Titik menyelamnya antara lain di sekitar Temintoi dan Selat Iris. Banyaknya jenis ikan di sini juga sangat cocok sebagai arena memancing. Sempatkanlah menjelajah Pulau Umbrom yang terkenal dengan pasir putihnya, maupun Pulau Kelelawar yang menjadi tempat tinggal ribuan hewan nokturnal tersebut.
Cerita Rakyat: BURUNG GARUDA DI GUNUNG EMANSIRI LOBO, KAIMANA
Gunung Emansiri
Konon di atas Gunung Emansiri yang puncaknya menjulang persis di atas kampung Lobo hidup seekor burung yang besar yakni Burung Garuda , jenis Elang yang sangat besar . Dan di tempat itu juga hidup pula seekor ular besar yang disebut ular naga . Bagian Kiri dan Kanan Gunung itu sangat terjal. Ular itu tidak kemana-mana, hidupnya bergantung pada sisa-sisa makanan yang dijatuhkan oleh burung garuda. Makanan burung itu berupa binatang dari hutan, ikan, atau mangsa lain yang dapat di makan. Burung ini, dapat terbang ke mana-mana, mencari makanan sampai ke daerah Fakfak, ke seluruh wilayah Papua, bahkan iapun dapat mencari ke daerah lain di wilayah Nusantara ini. Kemanapun burung ini terbang mencari mangsa pasti dia akan kembali ke tempat asalnya yaitu Gunung Emansiri, Kampung Lobo, Kaimana.
Konon pada suatu hari, warga sekitar kampung Lobo pernah melihat atau menyaksikan Burung Garuda mengangkut atau mengangkat sebuah perahu Kole-Kole bersama satu orang di dalamnya ke atas puncak Gunung Emansiri. Warga sekitar yang menyaksikan peristiwa itu sangat terkejut dan ketakutan. Mereka merasa terancam. Sejak peristiwa itu, warga sekitar hanya mencari ikan pada waktu malam. Orang yang bekerja di kebun pada siang hari perlu ada orang yang mengawasi, terutama untuk melihat bayangan burung Garuda yang terbang. Ketika Burung Garuda terbang atau melintas, orang-orang yang ada disekitar cepat atau segera bersembunyi di balik pepohonan ataupun tempat lain yang dianggap aman. Mereka menunggu sampai burung sudah tidak kelihatan lagi. Setelah itu mereka melanjutkan pekerjaan keseharian.
Patung Iyamba, legenda Garuda, di tebing yang menghadap Kampung Lobo, Kaimana, Papua Barat
Hari berganti hari begitulah kehidupan mereka yang selalu diliputi cemas, gelisah bahkan rasa takut yang selalu menghantui kehidupan mereka. Warga kampung duduk bersama untuk membicarakan bagaimana caranya untuk mengusir ataupun cara lain untuk membunuh burung tersebut. Sambil membicarakan hal itu mereka melihat ada kapal layar besar bertiang tiga yang datang dari kejauhan. Perlahan-lahan kapal itu datang dan menghampiri tempat dimana mereka berada. Kapal itu merapat dan berlabuh dalam teluk di depan kampung Lobo. Pertama warga kampung takut melihat orang asing yang ada di kapal. Tapi lewat bahasa isyarat, juru bahasa asing dapat memahami kondisi dan keberadaan mereka. Warga sekitar mulai menceritakan bahwa di atas gunung itu ada seekor burung yang amat besar. Burung itu selalu memangsa binatang atau ikan bahkan manusia juga. Selain burung ada juga terdapat ular besar yang mempunyai bola mustika, yang keduanya membuat warga kampung merasa takut.
Mendengar cerita tersebut, orang asing tertarik untuk mengambil bola mustika yang ada di Gunung Emansiri. Untuk itu orang asing mencari akal dan berusaha untuk membunuh burung terlebih dahulu. Keesokan hari, pada waktu pagi cerah mereka menambatkan seekor anjing di atas rakit kecil . Rakit dibiarkan terapung. Orang asing dan warga kampung berada tidak jauh dari rakit itu. Selang beberapa waktu muncul burung itu, kemudian menghampiri rakit itu. Orang asing mulai melepaskan tembakan bertubi-tubi tepat pada burung itu. Kedua sayapnya patah dan jatuh terkapar mati di sebuah pulau kecil depan Kampung Lobo. Karena burung ini sangat besar maka hampir seluruh bagian tubuhnya menutup pulau itu.
Gunung Emansiri dari jauh
Saat itu juga, orang-orang asing menggunakan berbagai alat termasuk tali panjang untuk memanjat Gunung Emansiri. Malam itu juga mereka menyaksikan ular besar itu bermain dengan, “Mustika,” bola yang bulat dan bercahaya menerangi sekitarnya. Dengan tembakan, Ular itu takut dan menjauh, mustika diambil dan dimasukkan dalam kantong. Setelah mendapatkan mustika itu, segera meluncur ke bawah kaki Gunung Emansiri. Selanjutnya ke kapal, mengangkat sauh dan meninggalkan daerah atau teluk itu. Teluk itu yang kemudian di kenal dengan nama “Teluk Triton.”
Tulang belulang dari burung Garuda itu, masih ada di pulau itu. Tangga atau alat-alat lain termasuk goa ketika orang asing (orang-orang portugis dan Belanda) untuk memanjat gunung itu masih ada. Oleh karena kegagahan dan keperkasaan Burung ini, maka leluhur bangsa dan negara kita dapat menjadikannya sebagai simbol atau lambang negara kita. Ular itu juga nyaris atau hampir mati kelaparan karena tidak ada pasokan, yaitu sisa-sisa makanan daging dan ikan yang jatuh dari mulut burung garuda semasa hidupnya. Kemudian Masyarakat Lobo dan sekitarnya dapat berkebun dan melaut di siang hari tanpa ada rasa takut terhadap burung Garuda yang mengancam kehidupan mereka kala itu.
Mungkinkah ada kebenaran dalam cerita rakyat diatas? Jika yang dimaksud burung Garuda tentu mungkin tidak, karena Garuda adalah nama burung mitos. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa memang pernah ada seekor burung raksasa disana. Mungkin orang-orang tersebut benar-benar melihat seekor burung yang luar biasa terakhir dari jenisnya yang belum diidentifikasi ilmu pengetahuan.
AMJG pernah memposting beberapa burung mitos dan beberapa burung besar yang kini telah punah. Namun baiklah dalam postingan ini sedikit AMJG beri satu contoh:
Teratorns Raksasa
Burung ini adalah anggota dari famili Teratorns, Argentavis magnificens (Burung Megah Argentina) dinamakan demikian karena ukuran dan lebar sayapnya yang besar. Burung yang kini sudah punah, ini dilaporkan sebagai burung terbesar yang pernah ditemukan. Banyak fosil-fosilnya yang telah ditemukan di Argentina tengah dan barat laut. Foto diatas menunjukkan model bagaimana burung ini terlihat.
Rentang sayap: 7m
Panjang Tubuh: sekitar 4 kaki (1,26 m)
Tinggi: 1,7 - 2 m
Berat: 70 - 78 kg
Nah bisa jadi burung di Lobo ini juga adalah burung seenis teratorn raksasa atau jenis burung raksasa lainnya yang dulu pernah benar-benar ada .... Wallahualam
Posting Komentar untuk "Teluk Triton, Kampung Lobo dan Legenda Garuda Raksasa Papua"